Thursday, April 27, 2017

Bahan Baku dan Pewarnaan Noken, Sebuah Perkenalan Bagian 4

Amole! Hallo pecinta Batik dan Kerajinan Khas Papua,

Horeee!!! Akhirnya masuk bagian ke 4 jugaaaa setelah kemaren sempat ada kejadian ketikan hilang gara-gara lupa menyalakan data seluler sehingga data-data yang diketik tidak tersimpan. Dan mengganti data yang hilang kemaren, pagi-pagi saya langsung cus ke perpustakaan daerah, pinjam komputernya (free wifi). Jika ketinggalan postingan sebelumnya berikut saya rangkum ya...

Apa itu Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 1
Makna Filosofis Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 2
Bahan Baku Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 3

Pada postingan terakhir Bagian 3, kita sudah menyinggung Kulit Kayu dan Serat Pohon sebagai Bahan Baku Noken. Nah sekarang kita lanjutkan dengan bahan baku berikutnya yaitu Rumput Rawa, Daun Pandan dan Rotan Hutan.


C.  Rumput Rawa - Sesuai sebutannya, rumput rawa tumbuh di tanah berair, seperti tanah lumpur, tanah basah rawa, dan tanah air lumpur.  Bahasa daerah ada yang menyebut Ikiya.  Rumput ini tumbuh liar dan merupakan bahan baku Noken anyaman.  Umumnya berlokasi di pinggiran sungai, kali, telaga, dan danau, terutama di Wakeitei sekitar Danau Tigi, kali Mugoudide dan Enagotadi disekitar Danau Paniai, serta sepanjang rawa-rawa berair di Merauke, Provinsi Papua; juga beberapa sungai atau kali kecil dan rawa-rawa di daerah suku Tehit, suku Imeko di Sorong Selatan, Papua Barat.
      Rumput rawa yang dipilih adalah yang masih muda karena lentur dan kuat, sedangkan rumput yang tua kaku dan getas.  Pengolahan rumput rawa tidak menggunakan peralatan karena mudah dicabut dan dibelah pakai tangan perajin. Waktu pengupasan bahan baku kulit kayu dilakukan pada siang hari.  tempat pengupasannya, kadang dilakukan dihutan, bekas kebun / ladang tempat bahan baku itu diambil dan kadang pengupasan dilakukan di rumah.  Bahan baku ini sangat mudah diperoleh, namun kini mulai berkurang dan langka karena warga sekitar melakukan pembakaran rumput itu pada musim kemarau, dan memakan waktu cukup lama untuk tumbuh kembali.

Proses pengolahan rumput rawa yaitu;

  1. Pemilihan Rumput Rawa - Rumput rawa yang muda mudah dicabut dengan menggunakan tangan.  jika sulit di cabut berarti rumput sudah tua dan tidak boleh dipotong dengan pisau / parang karena akan merusak pertumbuhan rumput baru.  bahan rumput yang sudah tua tidak digunakan karena kualitas Noken yang dihasilkan tidak tahan lama dan mudah rusak, mudah patah karena keras.
  2. Pembelahan Rumput Rawa - Rumput rawa yang daunnya besar biasanya dibelah terlebih dahulu.  bagian daun rumput yang nampak besar biasanya digunakan sebagai bahan baku anyaman, sedangkan yang kecil dan tipis akan dipintal  untuk dijadikan tali sebagai bahan baku noken rajutan.
  3. Penjemuran rumput rawa- rumput rawa yang sudah di cabut dibawa pulang dan dijemur di halaman menggunakan sinar matahari hingga kering.  Setelah kering rumput rawa dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan noken.

D.  Daun Pandan - Daun pandan banyak tumbuh baik di tanah kering maupun basah.  daun pnadan ada beberapa jenis dan selalu gunakan untuk atap rumah dan koba-koba, ada pula yang digunakan sebagai payung sat hujan, serta dapat dibuat Noken.  Perajin Noken akan memilih dan mengambil daun yang sudah tua karena keras dan kuat, sedangkan daun yang masih muda tidak boleh diambil karena masih lembek dan tidak tahan lama bila dibuat sebagai bahan baku Noken.  kriteria pemilihan daun pandan ini sekaligus menjadi cara orang Papua memelihara kelestarian lingkurangan. Selain sebagai bahan baku noken anyaman, daun pandan juga dimanfaatkan untuk dijadikan dompet, payung, dan atap rumah.  Proses pengolahan daun pandan yaitu;
  1. Pemilihan Daun Pandan.  Daun pandan berbeda dengan rumput rawa, jika rumput rawa harus mengambil daun yang muda , sedangkan daun pandan justru harus diamil yang tua agar lebih kuat dan tahan lama.  daun pandan diambil dengan cara dipotong dengan parang atau gunting besar.  daun pandan di bAwa pulang kerumah untuk diproses.
  2. Pembelahah daun pandan.  Daun pandan dapat dibelah menggunakan pisau tipis mengikuri urat daun dengan ukuran yang sama dengan  menggunakan pisau tipis, ada pula yang sudah menggunakan alat tertentu agar memiliki ukuran yang sama.
  3. Penjemuran daun pandan.  daun pandan yang sudah di belah-belah di jemur menggunakan sinar matahari langsung hingga kering.  setelah kering daun pandan dapat dibuat Noken dengan teknik anyaman.

C. Rotan Hutan - Rotan banyak digunakan sebagai bahan baku anyaman. Diberbagai daerah rotan sudah berkembang dengan berbagai bentuk yang beraneka ragam.  noken anyaman dari bahan baku rotan tidak hanya terbatas pada bentuk tas saja melainkan sudah pada berbagai bentuk sesuai kebutuhan masyarakat Papua sehari-hari.  Dalam hal ini rotan sudah berfungsi lebih luas.  
     Perajin Noken memanfaatkan rotan hutan yang masih muda ataupun yang sudah tua untuk keperluan yang berbeda.  rotan muda digunakan sebagai tali pengikat keranjang yang disebut Aram, sedangkan rotan tua untuk penyangga Noken.  Pemakaian rota hutan sebagai bahan baku Noken ini banya dilakukan masyarakat di Pulau Yapen timur.
     Proses pengolahan rotan hutan, yaitu;
  1. Pemilihan Rotan Hutan.  Rotan diambil dan dipilih dihutan.  Rotan dengan usia muda dan usia tua sama sama memiliki manfaat.  Para pengrajin rotan dapat mengambil rotan sesuai dengan fungsi yang ingin dibuat.  rotan dibersihkan terlebih dahulu dari pelepah yang berduri, setelah itu dipotong menggunakan parang atau kapak dan dikumpulkan untuk dibawa ke rumah.
  2. Perawatan rotan agar terhindar dari jamur.  Rotan yang sudah dibawa ke rumah diolah dengan cara diawetkan agar terhindar dari jamur Blue Stain.  Secara garis besar terdapat dua proses perawatan bahan baku rotan: a.) Pemasakan dengan minyak tanah untuk rotan berukuran sedang / besar dan b.) pengasapan dengan belerang untuk rotan yang berukuran kecil.
  3. Pengeringan Rotan - Rotan yang sudah dilakukan perawatan, dikeringkan dengan sinar matahari. Selanjutnya rotan dapat diolah menjadi belahan yang dapat dianyam.
Nah tuntas sudah kita membahas Bahan Baku ya, sekarang kita lanjutkan ke Proses Pewarnaan Bahan Baku Noken.

PROSES PEWARNAAN BAHAN BAKU

Proses pewarnaan bahan baku Noken dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pada saat pemintalan maupun pada saat bahan baku diolah.  Pewarnaan yang digunakan adalah pewarna alam dan buatan.  Prinsipnya memberi warna pada produk Noken dilakukan sebelum Noken selesai terbentuk.  Secara tradisional mewarnai benang pintalan dengan pewaran alam menggunakan tangan sering dilakukan oleh Mama-Mama Noken, hai ini dilakukan agar lebih mudah.  Warna warna yang digunakan disesuaikan dengan selera atau kesukaan Mama- Mama pembuat Noken.  Mereka tidak memiliki desain tersendiri untuk menentukan warna pada Noken.  Oleh sebab itu Mama Mama Noken kesulitan membuat Motif pada Noken rajut jika menggunakan cara tradisional seperti ini.  Maka motif yang didapat pada Noken rajut cenderung garis garis yang dibedakan dengan warna saja tidak ada yang lain.

"Warna yang digunakan merupakan warna yang disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat Papua. Yang paling dominan adalah warna merah, putih, hitam, kuning, dan coklat.  Warna-warna ini sangat akrab dengan alam dan kehidupan masyarakat Papua dan Papua Barat.  Masing-masing suku diPapua dan Papua barat memiliki ciri khas terhadap pewarnaan pada Noken"

Proses pewarnaan menggunakan bahan pewarna alam atau buatan dilakukan dengan dua cara;
Cara pertama:
  • Bahan baku yang siap digunakan untuk rajutan Noken dan anyaman dicelup / direndam dalam larutan pewarna alam yang sudah disiapkan.  Biarkan hingga semalam agar warna menyerap sempurna.
  • bahan baku tersebut diangkat dan ditiriskan hingga kering.  Setelah kering dapat dilakukan pembuatan Noken
Cara Kedua:
  • Bahan baku yang sudah siap dipintal dan dianyam dapat dibuat Noken.  Pada saat bagian-bagian tertentu akan diberi warna, maka pengrajin Noken mengoleskan warna yang diinginkan pada bahan baku pintal atau anyam, setelah itu baru dilanjutkan merajut atau menganyam kembali, begitu seterusnya hingga warna yang diingkan sudah semua dapat diberikan pada Noken.
  • Proses pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan saja, biasanya pewarna dengan cara oles ini akan cepat kering saat pembuatan Noken.  Namun teknik warna seperti ini kadang tidak kuat dan mudah luntur.
"Diperlukan sebuah penelitian dari Komunitas Noken untuk mengembangkan pewarnaan baik alam dan buatan yang dapat mempertahankan kualitas dari Noken itu sendiri agar tampak kuat, tahan lama dan warna tidak mudah luntur"

A. PEWARNA ALAM - Bahan pewarna alam berasal dari alam berupa buah, daun, tanah dan akar.  Pewarna alam dan pengolahannya yang biasa digunakan oleh pengrajin terdiri dari:
  1. Warna Merah - Warna merah dihasilkan dari pohon dihutan yang memiliki biji merah, beberapa suku menyebutnya dengan nama Yonggo Ibu.  Biji merah Yonggo Ibu diolah dengan cara ditumbuk hingga keluar air berwarna merah, lalu diberi penetap warna air arang dan getah pohonnya agar warna merah tidak berubah warna.
  2. Warna Putih - Warna putih dihasilkan dari kerang biya berasal dari laut.  Kerang biya juga diolah dengan cara ditumbuk dan bubuk putih yang dihasilkan juga diberi air getah pohon agar warna putih tahan lama.
  3. Warna Hitam - Warna Hitam diambil dari warna arang.  Arang yang digunakan dari pohon pinus atau yonkori.  Cara pengolahannya juga ditumbuk dan bubuk hitamnya dapat langsung dipakai untuk mewarnai
  4. Warna Coklat - Warna coklat diambil dari tanah.  Tanah yang berwarna coklat direndam dalam air, endapannya yang halus di campur degnan air getah pohon dan dapat digunakan untuk mewarnai
  5. Warna Kuning - Warna kuning didapatkan dari kunyit.  Kunyit diolah dengan cara ditumbuk dan sari pati kunyit yang masih kental dan berwarna kuning diberi air getah pohon agar tidak mudah luntur.
  6. Warna Hijau - Warna Hijau diperoleh dari Daun Nerica.  Daun nerica di olah dengan cara ditumbuk, dair daunnya yang berwarna hijau dapat diberi air getah agar tahan lama.\
  7. Warna ungu - Warna ungu biasa dipakai Mama-Mama Noken dari bunga ungu.
B. PEWARNA BUATAN - Bahan pewarna buatan yang biasa digunakan oleh pengrajin Noken biasanya mengambil dari warna yang dibuat oleh pabrik.  ada beberapa pengrajin yang memanfaatkan pewarna tinta stempel atau spidol untuk memberi warna pada Noken.  Ada pula yang telah menggunakan wantex atau pewarna tekstil untuk merendam bahan baku Noken.  Tentunya Noken yang menggunakan warna buatan lebih tahan lama dan tidak mudah luntur dibanding dengan warna alam.  Seperti pada benang pintal yang sekarang sudah dilakukan untuk membuat Noken dari bahan sintetis.

Sumber: Modul Pengembangan Muatan Lokal Noken
Diterbitkan oleh: Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

Wednesday, April 26, 2017

Bahan Baku Noken, Sebuah Perkenalan Bagian 3

Amole! Hallo Pecinta Batik dan Kerajinan Khas Papua,

Terima kasih karena masih mengikuti postingan saya tentang Noken.  Jika ketinggalan, Anda bisa membaca Artikel sebelumnya yaitu Apa itu Noken? Sebuah perkenalan Bagian 1 dan Makna Filosofis Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 2.   Dan kita masuk ke bagian terakhir yaitu Pembuatan Noken. Sambil menahan dingin ruangan AC diperpustakaan Daerah Mimika. Saya berharap artikel yang disajikan bisa menambah wawasan Anda tentang Noken. Seperti yang tertulis pada buku Modul yang saya pakai sebagai sumber informasi, Noken mengalami penurunan dalam jumlah dan tingkat popularitas di kalangan Anak Muda. Dan itu sangat disayangkan karena Noken menurut saya karya yang unik, yang lahir dari kebudayaan Papua.

Noken umumnya dibuat oleh Mama-Mama Papua. Istilah yang digunakan adalah "Mama-Mama Noken". Sedangkan Laki-laki yang membuat Noken disebut "Bapak Noken Anggrek". Bapak Noken Anggrek berasal dari Suku Mee. Jumlah para perajin Noken ini tidaklah banyak dan umumnya tidak bisa membaca dan menulis. Namun begitu mereka terampil membuat kerajinan tangan Noken. Adapula yang sudah berusia lanjut, sementara tidak banyak generasi penerus yang mampu menghasilkan Noken seperti yang dibuat Mama Mama Noken.

PEMILIHAN BAHAN BAKU NOKEN

Pemilihan Bahan Baku disesuaikan dengan kebutuhan dan kearifan rakyat Papua setempat, serta dipertimbangkan sumber daya alam yang tersedia serta letak Geografisnya. Beberapa Contoh Bahan Baku Noken adalah:
  • Pohon Ganemon / Melinjo
  • Pohon Mahkota Dewa
  • Pohon Beringin
  • Pohon Yonkori
  • Rumput Rawa 
  • Pohon Pandan
  • Pohon Rotan
  • Pohon Anggrek

Jenis dan Pengolahan Bahan Baku - Pohon-pohon di atas yang akan diambil manfaatnya adalah

A.  Kulit Kayu
           Kulit kayu merupakan bahan baku Noken yang paling populer. Kulit kayu memiliki serat yang disebut Serat Kayu. Serat ini diambil dengan cara memisahkan kulit dari batang pohonnya. Peralatan yang digunakan hanya tangan dan alat bantu sederhana. Berikut prosesnya:
  1. Pemilihan Batang Pohon. Pohon yang dipilih adalah pohon yang berusia muda sekitar 1-3 tahun, supaya tidak sulit untuk melepaskan kulit dari batang pohonnya dan melepaskan serat dari kulit batangnya. Pohon yang sudah besar dan tua jarang dipakai tetapi kalau bahan puma bebu (serat puma), damiyo bebi (serat damiyo) bisa dipakai karena meskipun besar masih tergolong muda sehingga tidak lengket saat pengupasan kulit.
  2. Tebang Pohon.  Penebangan pohon dilakukan dengan cara yang sangat sederhana dengan parang dan kapak dan tidak menggunakan mesin.  Jarak antar pohon mesti diperhatikan supaya hutan tidak nampak gundul dan memberi kesempatanan tunas muda.  Pertimbangan lain dalam menebang lainnya adalah setelah menebang satu pohon, saat itu juga di tanam tanaman pengganti di lokasi yang sama.
  3. Bersihkan ranting, daun dan potong bagian pucuk pohon.  Serat yang baik terdapat pada batang tengah, sehingga ranting, daun, dan pucuk pohon tidak diperlukan dan harus disingkirkan supaya mudah mengulitinya.  Kemudian, batang pohon ini di belah menjadi beberapa bagian.
  4. Kulit kayu dipisahkan dari batang Pohon.  Batang pohon yang sudah dibelah dikuliti dengan menggunakan pisau. Batang pohon dibersihkan dari kotoran yang melekat.  Pisahkan kulit kayu dari ujung batang dengan menggunakan tangan. Batang pohon yang tidak terpakai dapat dijadikan kayu bakar.

B. Serat Pohon - Serat Pohon merupakan sel atau jaringan serupa benang atau pita panjang yang terdapat pada kulit kayu.  Biasanya diambil dari batang pohon yang masih muda sehingga kulitnya mudah dikupas dan dibeset seratnya dengan tangan ataupun dengan peralatan sederhana seperti pisau.  Serat pohon merupakan bahan baku Noken dengan teknik pintal. Bahan baku serat dihasilkan dengan dua cara yaitu batang pohon dan dari kulit kayu. Proses pengolahan bahan baku dari serat pohon adalah
  1. Pemilihan Batang Pohon.  Batang pohon yang dipilih memiliki serat kayu seperti pohon ganemon, mahkota dewa, beringin dan sebagainya. Usia pohon muda sekitar 6 bulan hingga 2 tahun, sedangkan pohon tua sekitar 2-10 tahun.
  2. Pemukulan Batang Pohon.  Batang pohon dipukul-pukul terlebih dahulu untuk memudahkan pemisahan kulitnya.  Setelah itu batang pohon akan terpisah antara kulit luar dengan isinya. Disini akan dipilah antara mana yang digunakan untuk Noken.
  3. Perendaman Kulit kayu dan Serat Pohon.  Kulit kayu yang ada serat pohon dipisahkan dari batang pohon.  Untuk memudahkan pengambilan serat, dilakukan perendaman di air.  Jika serat masih keras membutuhkan waktu seharian dan jika lunak hanya membutuhkan waktu perendaman hingga 3-4 jam.
  4. Pengeringan serat Pohon.  Serat pohon yang sudah dapat dipisahkan dari batang phon lalu dijemur agar kering.  Pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu; diatas tungku api rumah dan panas sinar matahari. Tapi pengrajin banyak menggunakan tungku api rumah agar mudah dipisahkan serat pohonnya.  Serat pohon yang sudah kering dapat diurai agar menjadi benang.
Sebetulnya sudah mengetik banyak tapi mati lampu tiba-tiba dan banyak data yang hilang. Duh maafkan ya. Untuk sementara ini dulu besok kita sambung lagi dengan Bahan Baku yang lainnya...

Sumber: Modul Pengembangan Muatan Lokal Noken Papua. Diterbitkan oleh Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

Tuesday, April 25, 2017

Makna Filosofis Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 2

Amole! Hallo Pecinta Batik dan Kerajinan Khas Papua,

Menyambung Tulisan Bagian Pertama yang berjudul Apa itu Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 1, kita lanjut ke Bagian 2 tulisan tentang Noken yaitu Makna Noken.

"Keindahan Noken tergambar pada Makna Noken itu sendiri" - Ibu Chandra ( Pemilik Situs Toko Online Batik dan Oleh-Oleh Khas Papua)
  1. Makna Filosofis - Noken mempunyai makna filosofis yang luas, lambang keseimbangan hubungan antara orang Papua dengan lingkungan dan kulturalnya.
  • Noken merupakan simbol keselarasan dengan alam karena noken dibuat dari bahan alami. Apalabila Noken rusak, tidak menimbulkan dampak negatif seperti halnya bahan sintetis seperti plastik. 
Sifat Noken yang Elastis mirip kandungan perempuan (Sumber Foto: Kompasiana)
  • Noken juga lambang kesuburan karena bentuk dan sifat Noken yang Elastis mirip seperti kandungan perempuan yang mengandung janin kecil hingga tumbuh besar dan siap dilahirkan. Noken juga merupakan prasyarat bagi perempuan yang beranjak dewasa agar siap untuk siap dipinang.
Aneka Bentuk Noken menandakan asal daerah mereka yang berbeda antara daerah satu dengan lainnya (Sumber Foto: Unesco)
  • Noken merupakan Lambang Keragaman Budaya. Noken dari daerah tertentu tidaklah sama dengan daerah lain. Masyarakat Papua yang tinggal di daerah pantai cenderung memakai bahan baku yang mudah didapat seperti daun pandan laut.  Masyarakat di daerah ini memakai teknik pembuatan Noken dengan cara di anyam.  Sedangkan Masyarakat Papua yang tinggal dipedalaman menggunakan bahan baku dari kulit kayu, serat kayu, ataupun akar pohon. Di daerah ini teknik pembuatan Noken adalah dirajut.
Noken di bawa kemana saja termasuk ke pasar (Sumber Foto: Google)
  • Noken sebagai pandangan Hidup dan Jati Diri Rakyat Papua.  Masyarakat memaknai Noken sebagai sebuah warisan budaya yang mencerminkan Cita-cita kehidupan di dunia ini. Noken selalu diisi dengan hal-hal yang baik, demikian pula masyarakatnya senantiasa menjalin hubungan yang harmonis dengan alam dan sesamanya. Noken juga melambangkan kemandirian seperti terlihat pada berbagai benda di dalam Noken yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.  "Manusia Noken" adalah manusia yang selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Kemandirian "Manusia Noken" tidak membuat mereka egois dan mementingkan diri sendiri akan tetapi siap berbagi dengan sesama. Noken juga dimaknai sebagai " Rumah Berjalan" karena didalam Noken berbagai kebutuhan yang menjamin kelangsungan hidup dapat dipenuhi. Sifat lentur Noken menyatu dengan tubuh pemiliknya layaknya kawan seiring yang tak terpisahkan dan akan di bawa kemanapun pergi. Mendarah daging dari kecil hingga dewasa. Apabila seseorang lupa membawa Noken saat beraktifitas, terasa ada yang kurang. Noken menjadi simbol percaya diri dan menimbulkan keyakinan pembawaan.
Mama Papua mempunyai kebiasaan membuat Noken untuk anaknya. Noken itu di bawa hingga dewasa (Sumber Foto: Getty Images)
  • Noken sebagai pengikat batin antara Anak dengan Ibu.  Ibu di Papua terbiasa membuat Noken untuk anaknya. Noken dibuat dari bahan alami di sekitar rumah atau kampung halaman dan akan selalu dipakai oleh sang anak di berbagai aktifitasnya.  Seringkali Noken dari kecil ini dibawa hingga dewasa. Anak-anak Papua yang beranjak dewasa dan meneruskan pendidikan di Luar Papua memakai Noken sebagai lambang kerinduan pada Mama dan tanah leluhurnya. Anak kecil yang baru lahir sudah dikenalkan dengan Noken sebagai gendongannya. Setelah mereka beranjak balita, mereka akan ditidurkan atau ditaruh pada Noken yang diikat pada pohon dan di ayun-ayunkan sampai tertidur pulas. Rangkaian peristiwa tersebut akan terus diingat sampai mati.
2.   Makna Sosial - Sebagai perlambang hubungan antara sesama warga masyarakat, warga dengan pemimpinnya, serta warga satu komunitas suku dengan komunitas suku lainnya.  Noken dapat menjadi identitas sosial sebuah komunitas karena mencirikan asal suku seseorang.  Misalnya Noken Asmat, berbeda dengan Noken dari Paniai, Biak atau Wamena jika dilihat dari bentuk dan ciri khasnya.  
  • Noken sebagai penanda pelapisan Sosial. Noken mengatur hubungan warga masyarakat antara pemimpin dan yang dipimpin. Noken yang dikenakan kepala suku berbeda dengan warga biasa.  Seseorang yang mengenakan Noken kepala Suku diharapkan dapat bersikap layaknya seorang pemimpin yang mengayomi dan adil terhadap rakyatnya.  Begitu juga sebaliknya. Seorang warga biasa hendaknya mampu memposisikan dirinya dalam sebuah komunitas.
  • Noken sebagai simbol kebersamaan dan tolong menolong.  Seseorang yang memiliki sesuatu didalam Noken dapat membagikannya dengan orang yang memerlukannya.  Noken juga disimbolkan sebagai pengakuan atas hak milik seseorang. Walaupun terlihat jelas oleh orang lain, benda benda dalam Noken tetap aman di tangan pemiliknya.  Noken mengigatkan akan nilai kejujuran dan pengakuan atas kepemilikan suatu barang.
Noken digunakan dalam penyambutan Tamu dari luar ( Sumber: Google)
  • Noken sebagai penghormatan yang tinggi dari seseorang kepada orang lain.  Noken digunakan dalam penyambutan tamu yang datang ke Papua. Tamu adalah " Raja " bagi masyarakat Papua sehingga benda budaya yang sepadan diberikan pada "Raja" adalah Noken.
Mama-Mama Papua berkumpul untuk mengerjakan Noken Bersama (Sumber Foto: Daily Mail)
  • Noken sebagai pengikat interaksi Sosial Mama Papua.  Kerapkali para Mama Papua berkumpul membuat Noken bersama di suatu tempat untuk mengusir rasa malas dan bosan apabila dikerjakan sendiri-sendiri. Dengan bekerja bersama-sama maka apabila rasa bosan datang, mereka bisa saling menyemangati untuk menyelesaikan Noken.  Percakapan ringan hingga keluhan sringkali muncul di antara proses pembuatan Noken ini hingga tidak mungkin suatu masalah bisa terselesaikan ketika mereka bersama-sama membuat Noken.
3. Makna Budaya - Noken tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Papua. Noken digunakan dalam acara peminangan gadis, perkawinan, inisiasi, pengangkatan kepala suku dan lain sebagainya.  Dalam acara pernikahan, Noken difungsikan sebagai hantaran atau mas kawin juga sebagai tempat untuk menaruh kain Timor yang merupakan syarat wajib dalam upacara perkawinan khususnya di Papua Barat.
  • Noken sebagai simbol kedewasaan pada upacara inisiasi yaitu upacara adat yang dilakukan dalam pergantian tingkat pada siklus hidup manusia.  Misalnya status dari anak-anak menuju dewasa.  
  • Noken sebagai prasyarat wajib dalam upacara penobatan kepala suku.  Tetua adat akan menyerahkan Noken pada kepada suku yang terpilih yang akan terus memakainya.  Noken yang dikenakan kepada suku berbeda dari Noken yang dipakai oleh rakyat kebanyakan. Dengan demikian maka;
  • Noken dapat dimaknai sebagai simbol kepemimpinan yang mengandung kewajiban dan tanggung jawab kepala suku tersebut.  Dalam satu hal, misalnya dalam upacara adat, kepala suku mendapat keistimewaan, namun dalam hal lain tanggung jawab kepada suku juga sangat besar seperti pada saat terjadi konflik antar suku.
  • Noken dapat disejajarkan dengan benda pusaka turun-temurun seperti tanah, rumah, binatang, gading, kain timor dsb.  Noken sebagai benda pusaka berbeda dengan Noken yang dipakai sehari-hari.  Noken jenis ini hanya dipakai bila dalam upacara tertentu.  Selain sebagai benda pusaka, Noken pun berfungsi sebagai tempat menyimpan benda pusaka lain seperti kulit biya (kulit kerang), kain timor (mirip tenun ikat), manik-manik dan lain-lain. Noken ini dibuat khusus oleh mama Papua dengan kualitas jenis yang baik dan tahan lama dibanding lainnya.  Sebagai penyimpan benda pusaka, noken jenis ini tidak dipergunakan dalam kegiatan sehari-hari.
Noken merupakan salah satu prasyarat dalam upacara Adat perdamaian di Papua (Sumber Foto: Google)
  • Noken sebagai penyeimbang dan penyelaras hubungan komunitas suku di Papua.  Sering konflik terjadi antar suku di Papua.  Peperangan ini tidak akan berhenti sampai hingga diadakannya upacara perdamaian. Noken bersama babi dijadikan prasyarat dalam upacara perdamaian antar suku tersebut.
4. Makna Ekonomi

Noken di gunakan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya untuk mengangkut hasil pertanian untuk dijual ke pasar tradisional (Sumber Foto: Google)
  • Noken sebagai peringatan dini bagi kelangsungan hidup masyarat Papua. Disebut demikian karena masyarakat Papua terbiasa menyimpan bahan makanan dalam Noken mereka. Jika sewaktu-waktu isi Noken terlihat menipis hal itu menandakan sudah waktunya untuk mengisi kembali bahan makanan ke dalam isi Noken. Ubi, petatas, sagu merupakan bahan yang selalu tersedia dalam noken-noken yang tergantung di dapur rumah tangga masyarakat Papua.
Noken sebagai "lumbung" makanan. Tempat menyimpan bahan-bahan dapur ( Sumber Foto: Google)
  • Noken sebagai investasi masa depan. Noken mempunyai daya jual yang cukup tinggi sehingga menjadi "tabungan" bagi mama-mama Papua ketika mereka harus menyediakan uang keperluan mendesak seperti menyekolahkan anak atau mengirimkan sejumlah uang kepada anak yang sedang menuntut ilmu di luar Papua. Pada zaman dulu, Noken bahkan berfungsi sebagai alat tukar atau barter, apabila ada warga yang membutuhkan barang tertentu dapat memperolehnya dengan cara menukar sebuah Noken.  Sebagai benda adat, Noken juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena selalu dibutuhkan oleh masyarakat Papua pada umumnya.
Indah dan inspriratif bukan makna Noken? Penasaran dengan metode dan proses pembuatan
Noken? Tunggu postingan berikutnya ya.

Sumber: Modul Pengembangan Muatan Lokal Noken Papua.  Diterbitkan oleh Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

Monday, April 24, 2017

Apa itu Noken? Sebuah Perkenalan Bagian 1

Amole! Hallo pecinta Batik dan Kerajinan Khas Papua,

Postingan kali ini akan membicarakan tentang Noken. Postingan akan di bagi dalam beberapa Postingan terpisah untuk mempermudah membacanya. Dan sumber informasi yang saya gunakan adalah Buku yang berjudul "Modul Pengembangan Muatan Lokal Noken Papua", yang diterbitkan oleh Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013.

Sekilas Tentang Noken, Noken Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Mungkin ada yang bertanya tanya kenapa kok disebut Warisan Budaya Tak Benda? Bukankah Noken itu benda? 
Dalam Konvensi 2003 UNESCO disebutkan lima ranah (domain) yang masuk dalam kategori Budaya Takbenda (budaya hidup), yaitu;
  • Pertama, tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya tak benda; 
  • Kedua, seni pentas / pertunjukan; 
  • Ketiga adat istiadat; ritus; perayaan perayaan;
  • Keempat, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta; dan 
  • Kelima kemahiran kerajinan tradisional. 
Berdasarkan Konvensi tersebut, noken masuk dalam ranah tradisi dan ekspresi lisan (ranah Pertama), pengetahuan dan kebiasaaan perilaku mengenai alam dan semesta (ranah Keempat) dan kemahiran kerajinan tradisional (ranah Kelima
Pada tanggal 4 Desember 2012, UNESCO menetapkan Noken sebagai Warisan Kebudayaan Tak Benda.  Dengan penetapan ini maka ada kepastian Hukum  yang menjamin pelestarian Noken. Penetapan ini telah melalui proses yang cukup rumit lho teman-teman. Sayapun setelah membaca buku ini takjub dan salut atas orang-orang yang telah berjasa memperjuangkan Noken ini.

Noken dan Hubungannya dengan Papua

Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki sekitar 250 suku dan 300 bahasa dengan beragam warisan budaya diantaranya Noken. Noken merupakan kerajinan tangan khas masyarakat Papua berbahan baku serat pohon atau daun pandan yang dirajut atau dianyam, kadang kala diwarnai dan diberi berbagai perhiasan. Semua suku di Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki tradisi membuat Noken sebagai bagian dari berbagai aspek kehidupannya. Oleh karena itu, selain sebagai salah satu identitas budaya masing-masing suku, Noken menjadi kebanggaan masyarakat Papua secara kesuluruhan.

Fungsi dan Kegunaan Noken

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti mengenai sejarah noken. Namun, dengan melihat berbagai kegunaan dan fungsinya dalam upacara adat maupun pemakain sehari-hari, dapat diperkirakan bahwa Noken telah dikenal masyarakat Papua sejak kurun waktu yang lama. Berbagai informasi menyebutkan bahwa sejak dulu Noken juga digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari, yang berukuran besar biasa untuk membawa hasil kebun, hasil laut, kayu, bayi, hewan kecil, belanjaan, dan digantung didalam rumah sebagai wadah penyimpanan barang. Noken yang berukuran kecil digunakan untuk membawa barang pribadi antara lain urang, sirih, makanan, buku dan lain-lain. Selain itu, noken juga digunakan sebagai tutup kepala atau badan.

Aneka Bentuk dan Pola Noken (Sumber Foto: Situs Unesco)

Noken besar di gantungkan dirumah sebagai wadah penyimbahan makanan (Sumber Foto: Situs Unesco)

Dari penelitian di Papua dan Papua Barat diketahui bahwa Noken dipakai dalam upacara atau atau perayaan, seperti pelengkap pelamaran gadis, upacara perkawinan, upacara inisiasi anak, pengakatan kepala suku dan penyimpanan harta pusaka.  Saat menyambut kedatangan tamu, Noken tampil bersama pakaian adat yang dikenakan oleh masyarakat setempat.  Noken boleh dipakai oleh siapa saja dan sering diberikan sebagai cinderamata dan tanda persahabatan misalnya dalam pelamaran dan upacara perkawinan.  Bahkan Noken dipakai oleh beberapa suku sebagai pemberian untuk menciptakan kedamaian diatara pihak-pihak yang berselisih. Wakil gubenerur Papua Barat mengenang dirinya pada waktu diangkat menjadi pemuka adat di Fak-Fak, Papua Barat , harus memakai noken kecil berisi pinang dan lain-lain.

Noken umumnya dipakai oleh semua kelompok usia, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam tradisi orang Papua, anak-anak yang mulai belajar berjalan diberi Noken kecil oleh ibunya, yang berisi makanan seperti ubi sehingga membentuk kebiasaan bagi anak untuk membawa keperluannya sendiri atau untuk membantu sesama saudara atau temannya. Untuk membiasakan itu, Noken selalu didekatkan pada anak-anak.

Pembuatan Noken

                                Mama Mama Papua sedang merajut Noken (Image: Google)

                                        Laki-laki membuat Noken Anggrek (Sumber Foto: Situs Unesco)

Pembuatan Noken dilakukan oleh wanita dewasa atau yang telah berusia lanjut sehingga perajin itu populer disebut "mama-mama Papua". Maka, dapat dipahami bahwa wanita Papua memainkan peran penting dalam pelestarian budaya noken, meskipun juga ditemukan kaum laki-laki yang biasa membuat noken Anggrek khususnya di Kampung Epoutu Kabupaten Paniai.

   Bahan Pembuat Noken berbeda-beda salah satunya adalah Rumput Rawa (Sumber  Foto UNESCO)

Noken Anggrek, Noken yang dibuat dari Pohon Anggrek Hutan (Sumber Foto: UNESCO)

Noken Anyaman (Sumber Foto: UNESCO)

Bentuk, pola dan warna Noken dibuat oleh masing-masing suku di Papua. Hal itu menunjukkan keanekaragaman dalam budaya Noken. Dengan demikian, seperti telah disebukan, Noken merupakan bagian identitas budaya masing-masing suku dan juga merupakan identitas budaya masyarakat Papua secara keseluruhan. Noken yang dipakai seseorang dapat menunjukkan daerah asalnya. Pemuka masyarakat seperti kepala suku, kadang kadang memakai Noken dengan pola dan hiasan khusus yang menunjukkan status sosialnya kepada orang yang mamahami.

Keberlangsungan penggunaan Noken pada Masyarakat Papua mendorong tumbuhnya hubungan antara Noken dengan Pandangan hidup masyarakat Papua seperti sikap Mandiri orang dan kebiasaan tolong menolong. Noken juga dimaknai sebagai "rumah berjalan" karena digunakan sebagai wadah berbagai macam kebutuhan.  Selain itu, Noken dianggap sebagai simbol kesuburan bagi kaum perempuan. Informasi mengenai Makna Filosofis, Sosial, Budaya dan Ekonomi akan di bahas dalam postingan selanjutnya ya.

Noken sebagai Pakaian

Noken sebagai pakaian (Sumber Foto: Noken sebagai Pakaian)


Sumber Foto: Google

Selain berfungsi sebagai tas seperti pembahasan di atas, Noken dapat juga digunakan sebagai pakaian / aksesoris. Kaum perempuan Papua, khususnya di daerah pedalaman menggunakan Noken sebagai Pakaian , baik sebagai baju maupun Rok.  Oleh karena terbuat dari bahan alami, Noken terasa nyaman dikenakan sebagai pakaian. Selain dipakai sehari-hari seperti ke pasar, kebun atau tempat lain, Noken juga dipakai sebagai busana perempuan Papua saat menyambut tamu dari luar daerah.  Jadi, Noken sekaligus merupakan pakaian kebesaran dalam penyambutan tamu.

Silahkan menonton di Youtube Dokumenter singkat tentang Noken berikut ini.



Bersambung.....


Sumber Referensi:
Buku: "Modul Pengembangan Muatan Lokal Noken Papua", yang diterbitkan oleh Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

Web: Situs Unesco yang beralamat di http://www.unesco.org/culture/ich/en/USL/noken-multifunctional-knotted-or-woven-bag-handcraft-of-the-people-of-papua-00619

Sunday, April 23, 2017

Impian menjadi Crafter

Amole! Hallo Pecinta Batik Papua,

Sepertinya sudah menjadi kodrat saya, kalau saya ini suka sekali dengan yang namanya kerajinan tangan. Dari mulai menjahit, mengerjaan furniture (serius), berkebun. Menjahit sudah saya kerjakan hampir 5 tahun ketika anak saya masih kecil kecil. Meskipun perempuan, saya mahir menggunakan gergaji listrik (circular saw) dan pernah membuat bangku, meja dan lemari sendiri. Berkebun juga saya jalani, bahkan saya mempunyai fanspage sendiri yaitu Berkebun di Timika. Sepertinya hobi-hobi saya ini merupakan hadiah / bakat yang turun temurun di keluarga kami. Almarhum Budhe saya adalah orang yang pandai sekali membuat sulaman, menjahit, berkebun. Bahkan Almarhum Ayah saya, mampu menjahit dan mempunyai mesin jahit dirumahnya.

Nah minggu-minggu ini, suami saya off bekerja untuk waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu bulan. Hal ini dikarenakan Unjuk Rasa karyawan PT. Freeport Indonesia, yang saat ini perusahaan sedang bersengketa dengan ketua SPSI dan maraknya PHK terhadap karyawan. Mungkin teman teman pernah membaca juga beritanya di Televisi atau Internet. Sedih sih karena otomatis gaji dipotong banyak *hiks* namun kita tidak mungkin juga berdiam diri. Karena alasan membantu perekonomian keluarga juga saya memutuskan untuk menjahit kembali. Juga suami saya bisa membantu saya menjaga anak-anak sementara saya bekerja di Ruang Menjahit. Nah seperti ini hasilnya. Saya masih berkesperimen namun semoga kelak saya punya ciri khas sendiri ya. Untuk produknya pun saya pilih yang mudah dikerjakan dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Dari mulai memotong pola dan menjahit diperlukan waktu minimal 30 menit untuk masing - masing produk ini. Semoga berkenan dengan produk-produk Handmade buatan saya ya. Jika berminat silahkan Whats App saya ya.






Keterangan: Dompet Earphone dengan Gantungan Kunci
Material: Batik Tulis Papua
Pelapis: Busa Tipis dan Kain Katun Printing
Zipper: Plastik
Diameter: 11 cm
Harga: Rp. 40.000,00 / item
Stok: 3 pcs





Keterangan: Dompet Koin 
Material: Batik Print Papua
Lapisan: Busa Tipis dan Katun Print Bergaris
Zipper: Plastik
Ukuran: 10 x 20 cm
Harga: Rp. 35.000,00
Stok: Habis (Hubungi kami jika memerlukannya )






 Keterangan: Dompet Make Up / Dompet Serbaguna
Material: Batik Print Papua
Pelapis: Busa dan Kain Furing Warna Hijau
Zipper: Coil
Ukuran: 18 cm x 14 cm
Harga: Rp. 45.000,00
Stok: 2 pcs

Mungkin banyak yang menyerngitkan dahi. Kok mahal ya? Hehehe. Iya karena membuatnya tidak seperti yang dibayangkan. Perlu waktu paling tidak 45 menit / item. Dan yah meskipun dikerjakan sendiri, upah tenaga kerja menyesuaikan kurs Timika hehehe. Dan bagaimana menurut pendapat kalian? Sudah cukup baguskah hasil karya saya? Masukannya saya tunggu ya pembaca.

Salam,
Ibu Chandra



Timikaunique di bukalapak.com

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...