Amole! Hallo sahabat Timikaunique yang saya cintai,
Rumbai Buatan Kabupaten Wamena, Papua
Rumbai Buatan Suku Asmat, Papua
Rumbai Buatan Timika, Papua
Apa kabar? Sudah lama sekali saya tidak menulis di blog ini. Terakhir saya menulis bulan Agustus 2020, artinya empat tahun yang lalu. Wow...itu saat pandemi ya. Kali ini saya ingin membahas tentang Rumbai Papua terutama bagaimana proses pembuatannya.
Papua, salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi, memiliki beragam pakaian adat yang unik dan penuh makna. Salah satu yang paling terkenal adalah rok rumbai, atau sering disebut kain rumput. Artikel ini akan membahas secara mendalam proses pembuatan rok rumbai Papua, dari bahan mentah hingga menjadi pakaian adat yang indah dan sarat akan makna budaya.
Sejarah dan Makna Budaya:
Rok rumbai Papua memiliki sejarah panjang dan penting dalam kehidupan masyarakat adat Papua. Kain rumput ini tidak hanya berfungsi sebagai pakaian sehari-hari, tetapi juga sebagai simbol identitas, status sosial, dan kepercayaan adat. Penggunaan rok rumbai dalam upacara adat menandakan penghormatan terhadap leluhur dan alam.
Rok Rumbai digunakan dalam upacara tradisional Masyarakat Papua (Sumber: Kompas.com)
Bahan-Bahan yang Digunakan:
Proses pembuatan rok rumbai dimulai dengan pengumpulan bahan-bahan alami. Bahan utama yang digunakan adalah serat dari tanaman alami seperti pandan, sagu, atau daun lontar. Bahan-bahan ini dipilih karena kekuatan dan fleksibilitasnya, serta ketersediaannya di alam Papua.
Proses Pengolahan Bahan:
Pengumpulan dan Pengeringan: Serat-serat alami dikumpulkan dan dikeringkan di bawah sinar matahari untuk menghilangkan kelembapan. Proses pengeringan ini juga membantu memperkuat serat.
Pemotongan dan Penghalusan: Setelah kering, serat-serat ini dipotong sesuai ukuran yang diinginkan dan dihaluskan agar lebih mudah untuk dianyam.
Pewarnaan Alami: Sebelum dianyam, serat-serat ini bisa diwarnai menggunakan pewarna alami dari tumbuhan atau tanah liat. Pewarnaan ini memberikan warna khas yang sering terlihat pada rok rumbai.
Teknik Anyaman Tradisional:
Proses anyaman adalah inti dari pembuatan rok rumbai. Pengrajin menggunakan teknik anyaman tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Teknik ini memerlukan keterampilan tinggi dan ketelitian untuk menghasilkan pola dan tekstur yang diinginkan. Setiap motif yang dihasilkan memiliki makna dan cerita tersendiri.
Penggabungan dan Penyelesaian:
Setelah serat dianyam, langkah berikutnya adalah menggabungkan beberapa bagian anyaman menjadi satu kesatuan rok rumbai. Proses ini melibatkan penjahitan manual dengan menggunakan benang alami atau serat tambahan untuk memastikan kekuatan dan ketahanan rok.
Penggunaan dan Perawatan:
Rok rumbai Papua digunakan dalam berbagai upacara adat, tari-tarian tradisional, dan kegiatan sehari-hari. Untuk menjaga keawetan rok rumbai, perawatan khusus diperlukan, seperti penyimpanan di tempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari langsung, serta pembersihan dengan cara tradisional yang tidak merusak serat alami.
Proses pembuatan rok rumbai Papua adalah cerminan dari kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Papua. Setiap langkah dalam proses ini menunjukkan rasa hormat terhadap alam dan leluhur. Dengan memahami dan menghargai proses ini, kita dapat lebih mengapresiasi keindahan dan makna dari rok rumbai Papua.
Untuk lebih jelaskan kami lampirkan vidio pembuatan Rok Rumbai dari Youtube berikut ini:
Melestarikan warisan budaya seperti rok rumbai Papua adalah tanggung jawab kita bersama. Melalui artikel ini, diharapkan lebih banyak orang dapat mengenal dan menghargai keunikan serta keindahan budaya Papua. Mari kita jaga dan lestarikan warisan budaya kita untuk generasi mendatang.
Jika Anda memerlukan Rok Rumbai / Kain Rumput bisa kunjungi Shopee Timikauniqe yaatau kirim WA ke No. 081.393.00.4879.
Puji Tuhan, Alhamdulillah tulisan saya yang berjudul Pasar Mama Papua sebagai Tujuan Destinasi Ekowisata Papua terpilih menjadi salah satu tulisan terbaik diantara ratusan tulisan yang masuk ke panitia penyelenggara Kompetisi Menulis "Wonderful Papua Destinasi Wisata Hijau" yang diselenggarakan oleh Econusa dan Blogger Perempuan Indonesia. Kompetisi ini berlangsung dari tanggal 1-31 Maret 2020 lalu.
Oh ya Econusa adalah sebuah Yayasan berpusat diJayapura, Papua yang sangat peduli terhadap pelestarian alam terutama Hutan dan Laut Papua. Blogger Perempuan Network (BPN) adalah wadah tempat para blogger Indonesia berkumpul, menginspirasi , bertumbuh bersama. Econusa dan Blogger Perempuan Indonesia berkolaborasi menyelenggarakan kompetisi ini.
Dan untuk masing-masing tulisan terbaik yang masuk, peserta berhak mendapatkan Hampers dari Econusa x BPN. Hampers berisi tas kain ramah lingkungan, agenda dan Kopi Wamena. Terimakasih Econusa dan Blogger Perempuan Indonesia, hadiahnya unik dan berguna banget!
Kopi Wamena adalah kopi jenis Arabica yang tumbuh di pegunungan Jayawijaya,Wamena diatas ketinggian 1400-2000 meter diatas permukaan laut. Kopi Wamena termasuk kopi organik artinya kopi ini dibudidayakan oleh masyarakat lokal menggunakan kompos / pupuk alami tanpa penggunaan pupuk kimia / pestisidia kimia. Kopi ini wangi sekali mirip dengan kopi Amungme Gold yang pernah saya sambangi produksinya melalui tulisan ini Proses Produksi Kopi Amungme Gold dan Pengen Nyobain Kopi Amungme Gold?
Untuk percobaan pertama Kopi Wamena saya buat menjadi minuman Bajigur yang sedap di dampingi kue Coe khas Maluku karena kebetulan ada bahan-bahannya didapur. Bajigur merupakan minuman tradisional Indonesia dari daerah Jawa Barat. Kerap disajikan diwaktu santai terutama saat udara dingin. Biasanya disandingkan dengan pisang dan ubi rebus.
Bajigur dihidangkan dalam keadaan hangat. Sebaiknya dibuat untuk satu kali penyajian, karena cita rasanya akan berbeda jika dihangatkan berkali-kali. Bajigur mengandung jahe rimpang tanaman Zingiber officinale ini berkhasiat antara lain merangsang pelepasan hormon adrenalin, sehingga memacu pelebaran pembuluh darah. Aliran darah bergerak lebih lancar dan tekanan darah menurun. Jahe biasanya digunakan untuk mengobati rematik dan gangguan pencernaan. Daun pandan selain memberi aroma wangi juga bermanfaat sebagai tonikum dan merangsang nafsu makan (Sumber: Herbal Indonesia Berkhasiat, bukti Ilmiah dan Cara Racik Volume 10, Halaman 40, Penerbit Trubus, Desember 2012)
Kopi Wamena saya kreasikan menjadi Wedang / Minuman Bajigur yang berkhasiat untuk kesehatan
Selain dapat Hampers, panitia lomba memberikan secara cuma-cuma resep-resep berbahan dasar Kopi Wamena seperti di bawah ini :)
Nah teman-teman bisa simpan dan bagikan Resep-resep sehat diatas, selain kopi Wamena bisa juga kok menggunakan kopi yang lain. Hampers sudah, resep Kopi sudah, eh ternyata tidak berhenti sampai disitu panitia juga mengundang peserta yang terpilih ke acara Zoom meeting "Wonderful Papua Blogger Gathering, Papua Destinasi Wisata Hijau" pada tanggal 7 Agustus 2020 lalu.
Undangan ini pun disampaikan melalui Whatsapp / email jauh-jauh hari sebelum Zoom Meeting berlangsung sehingga peserta mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan diri. Melalui email, peserta juga di beri informasi antara lain tentang susunan acara. Saya sangat menghargai jerih payah para panitia. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih.
Diundang ke Acara Blogger Gathering "Wonderful Papua, Papua Destinasi Wisata Hijau"
Mengingat kita masih dalam masa pandemi, pilihan bertemu secara online merupakan bukan lagi pilihan tapi demi keamanaan masing-masing peserta. Para peserta bisa hadir melalui aplikasi Zoom dimana para peserta bisa mengikuti quiz, saling menyapa antara peserta dan bisa bertanya pada nara sumber.
Acara ini berlangsung pada tanggal 7 Agustus 2020 lalu, pukul 15.00 WIB-16.30 WIB, diakses melalui platform Zoom , sedangkan untuk masyarakat umum bisa menyaksikan acara ini melalui Youtube Live Streaming. Acara ini dihadiri oleh pembicara yang ciamik seperti
Bapak Kristian Sauyai, Ketua Asosiasi Homestay Raja Ampat
Bapak Bustar Maitar, CEO Econusa
Alfa Ahoren, Perwakilan anak muda Papua
Dan yang ternyata bikin saya surprise, Moderator acara ini ternyata adalah Jeni Karay, seorang media social influencer yang pernah saya tulis profilnya melalui tulisan yang berjudul 10 Daftar Instragram Influencer yang Menyuarakan Papua, wah senang sekali rasanya bisa bertemu dan menyapa Jeni secara langsung. Jeni menyapa saya dengan Tante hehehe karena saya dan Jeni masih bersaudara, tapi karena kesibukan masing-masing jarang bertemu. Terakhir saya bertemu Jeni saat di Salatiga, itupun sebentar sekali. Jadi pertemuan virtual seperti ini menjadi kesempatan untuk lebih mengenal Jeni.
Seperti apa acaranya, mari kita lihat sama-sama Live Streaming "Wonderful Papua" berikut ini!
Pesan-Pesan Pelestarian Lingkungan dari Masing-masing Pembicara Acara
Berikut adalah beberapa poin yang menurut saya menarik dari masing-masing Pembicara, saya akan rangkum dari masing-masing perspektif pembicara.
Bapak Bustar Maitar "Pentingnya Tulisan sebagai Media Advokasi Pelestarian Alam Papua"
Selemah-lemahnya iman sesorang, melalui tulisan sesorang bisa mengajak orang lain untuk peduli terhadap kondisi Hutan Papua yang tidak bebas ancaman. Hutan Papua merupakan benteng terakhir yang harus dijaga mengingat hutan di Sulawesi, Sumatra sudah habis. Salah satu hutan yang menjadi perhatian kita adalah Hutan Malagufuk di Kabupaten Manokwari. Hutan ini sebetulnya merupakan bagian dari Ekowisata Malagufuk yaitu tempat dimana kita bisa mengamati burung cenderawasih secara langsung (bird watching).
Saat ini Ekowisata Malagufuk mengalami overlaps yaitu kedepannya akan ada rencana pembangunan perkebunan sawit didaerah ini. Seperti yang kita ketahui perkebunan kelapa sawit merupakan pertanian monokultur yang bisa mengganggu keberagaman satwa yang ada dihutan. Kita tahu pasti bahwa jika terjadi ketidakseimbangan dialam, maka efeknya akan berpengaruh tidak saja pada satwa endemik, tapi juga berpengaruh luas pada tumbuh-tumbuhan /flora, masyarakat disekitar hutan. Oleh karena itu para pembaca budiman, ayo kita bantu menyebarkan informasi tentang pentingnya kita menjaga hutan. Kita dorong pemerintah untuk melarang pembangunan perkebunan sawit yang merusak lingkungan. Seperti apa Ekowisata Malafuguk? Kita saksikan vidio ini sama-sama ya :)
Bapak Kristian Sauyai "Peran Homestay dalam Ekowisata Raja Ampat Papua"
Untuk kalangan awam, beda Homestay, Guesthouse, Hotel, Hostel, Resort bisa jadi membingungkan. Homestay sebetulnya mirip dengan Guesthouse. Guesthouse merupakan bentuk penginapan berupa rumah biasa, yang sebagian rumah-rumahnya disewakan kepada tamu. Biasanya pemilik guesthouse tinggal dibangunan yang sama. Guesthouse umum dikelola oleh keluarga pemilik. Fasilitas yang ada sering kali dapat digunakan oleh semua tamu yang menginap. Beda Homestay dengan Guesthouse, biasanya tamu akan menghabiskan waktu lebih lama di Homestay daripada di Guesthouse. Selain itu Homestay sering digunakan pelajar asing untuk mempelajari kebudayaan setempat (Sumber Artikel Tribun News).
Menginap di Homestay sangat besar andilnya dalam Ekowisata Papua dibandingkan jika kita menginap di Hotel/Resort yang pemiliknya bisa jadi adalah perusahaan asing bermodal besar. Pemilik Homestary rata-rata adalah penduduk lokal yang tinggal berdekatangan dengan Ekowisata. Efek yang paling jelas adalah perekonomian para masyarakat lokal bisa terangkat jika kita menginap di Homestay. Keuntungan mungkin tidak seberapa namun pelan tapi pasti dari keuntungan tersebut pemilik homestay bisa menggunakannya untuk menambah fasilitas yang ada di Homestay misalnya membeli perlengkapan selam / snorkeling. Penambahan fasilitas ini tentung meningkatkan daya saing Homestay dengan penginapan jenis lainnya. Homestay juga umumnya dibangun menggunakan material yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak alam.
Dalam menjalankan usahanya Bapak Kristian menemui beberapa kendala seperti persaingan harga dengan Resort. Bahkan sebuah Resort pernah menurunkan harga hingga setara dengan tarif Homestay. Hal ini tentu merugikan pemilik Homestay. Untuk itu mungkin perlu regulasi dari Dinas Pariwisata terkait sehingga tidak terjadi perang harga yang merugikan salah satu pihak. Fasilitas yang kurang lengkap di Homestay juga bisa mempengaruhi keputusan seseorang untuk menginap diHomestay. Menurut Bapak Kristian, tamu orang asing terutama suka menyelam di Raja Ampat sehingga fasilitas snorkeling jika ada bisa menjadi nilai tambah bagi para tamu yang menginap. Kendala lainnya adalah bahasa. Rata-rata tamu di homestay adalah tamu asing sehingga penguasaan Bahasa Asing terutama bahasa Inggris wajib dimiliki oleh pemilik homestay.
Ingin tahu bagaimana sebuah Homestay diPapua mengubah jalan pikir seorang mantan penebang hutan liar ? Simak vidio Econusa berikut ini ya :), jangan lupa untuk subsribe dan bantu sebarkan di sosmed kamu.
Alfa Ahoren "Peran Anak Muda dalam Menjaga Ekosistem Alam Papua"
Alfa Ahoren adalah sosok wanita muda Papua inspiratif yang berasal dari Manokwari, Papua Barat. Dalam aksinya mendaki gunung Arfak dikabupaten Thambrauw, Papua Barat, Alfa berbagi pengalamannya yang indah salah satunya adalah mengamati satwa endemik Papua yaitu Burung Cenderawasih. Burung Cenderawasih ini ada berbagai macam jenis, salah satunya adalah Burung Pintar. Burung Pintar mempunyai kepandaian menata sarangnya dengan benda-benda yang dipungut menggunakan paruhnya untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
Selain satwa, dipegunungan Arfak juga kaya dengan tumbuh-tumbuhan seperti jamur, buah-buahan, aneka jenis bunga. Menurut Alfa Ahoren peran anak muda sangat besar bagi pelestarian Alam Papua. Masyarakat lokal erat kaitannya dengan hutan karena dari hutanlah mereka menggantungkan hidupnya. Oleh karena itu kaum muda wajib ikut serta menjawa ekosistem dengan tidak membuang sampah sembararangan dan ketika berkunjung ke sebuah obyek wisata diPapua sebisa mungkin menjaga agar satwa endemik tidak terusik dengan kedatangan kita. Kaum pemuda juga diharapkan peduli lingkungan dan kesadaran itu datangnya dari diri sendiri. Pemuda juga harus memiliki mindset bahwa tujuan pelestarian alam itu mempunyai cita-cita yang panjang kedepan yaitu hingga ke anak cucu. Karena anak cucu kitalah yang akan mewarisi bumi Papua yang indah dan kaya ini.
Ingin tahu lebih jauh tentang pegunungan Arfak? Vidio dari Econusa ini bisa dijadikan referensi.
Nah seru sekali kan, acara diakhiri dengan sesi tanya jawab antara pembicara dengan peserta. Sayang sekali waktu itu koneksi intenet saya buruk jadi saya tidak siap dengan pertanyaan. Sebagai orang yang pernah tinggal diPapua saya setuju dengan pernyataan saudari Alfa bahwa setiap orang mempunyai peran dalam melestarikan lingkungan, besar maupun kecil dan itu dimulai dari diri sendiri. Dalam keseharian saya sudah biasa membawa tas belanja untuk mengurangi plastik dan mengelola sampah dapur menjadi kompos. Saya sadar bahwa tindakan saya ini tidak saja berguna untuk saya saat ini, tapi untuk anak cucu saya, untuk generasi mendatang.
Saya setuju banget dengan para pembicara kalau Papua itu kaya dengan budaya dan alamnya oleh karena itu penting bagi kita untuk terus menulis tentang Papua. Dan teruntuk pembaca blog saya yang budiman, yang mungkin dalam masa pendemi Covid 19 ini tidak bisa kemana-mana bisa menonton vidio-vidio diatas ya, dari sekarang nabungnya. Kelak jika sudah bisa diatasi pandemi ini, kita sudah siap dengan dana liburannya. Amiiiin.
Solo, 15 Agustus 2020
Chandra Malini
Sumber Artikel
1. Buku Herbal Indonesia Berkhasiat, bukti Ilmiah dan Cara Racik Volume 10, Halaman 40, Penerbit Trubus, Desember 2012)
Pemandangan Mimika dari Atas Pesawat (Dokumen Pribadi)
Sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya untuk tinggal di sebuah distrik bernama Mimika Baru di Kabupaten Mimika, Papua selama 10 tahun dari tahun 2007 hingga 2017. Sebagai pendatang, ada keinginan untuk berbagi cerita dengan teman-teman dan keluarga ditempat yang terasa asing bagi saya.
Maka sejak tahun 2008 saya mulai rajin menulis di blog yang diberi nama Timikaunique. Mengapa saya beri nama demikian karena yang terlintas dikepala saya kala itu adalah nama kota Timika, maka supaya terdengar enak saya tambahkan unique dibelakangnya. Awalnya saya suka berbagi cerita tentang hal-hal unik dari kota Timika, saya ingat kala itu saya menulis tentang Batik Papua. Tidak disangka-sangka Timikaunique menjadi pekerjaaan sampingan saya yaitu dengan mempromosikan budaya dan kerajinan khas Papua melalui Media Sosial / Toko Online Daring hingga sekarang.
Timikanique, sebuah Toko Online Oleh-Oleh Khas Papua yang mempromosikan kerajinan asli Papua (Dokumen Pribadi)
Tinggal di dekat pusat kota Mimika, Papua tidak serta merta menjauhkan saya dari keindahan alam Papua. Di kawasan Kuala Kencana, Papua, masih di dalam kawasan hutan lindung di bawah pengawasan PT. Freeport Indonesia, di sanalah saya bisa mengagumi hutan papua yang masih terjaga. Untuk masuk ke kawasan hutan lindung tidak sembarangan orang bisa masuk, juga ada larangan untuk menembak satwa liar yang ada di dalam hutan tersebut.
Kawasan Hutan Lindung di Kuala Kencana (Dokumen Pribadi)
Udara yang segar dan bersih, pohon-pohon yang menjulang hingga puluhan meteran menjadi pemandangan yang menyegarkan mata. Sayup-sayup terdengar suara burung dari kejauhan, kadang-kadang burung itu melintas di atas awan, mengepakkan sayapnya yang selebar tangan orang dewasa.
Menikmati pohon-pohon menjulang tinggi, udara yang segar, suara burung bernyanyian merupakan suatu nikmat tersendiri (Dokumen Pribadi)
Saat kami berhenti sejenak untuk sholat di Masjid Baiturahhim Kuala Kencana, kami memergoki kumbang tanduk berjalan-jalan di lantai masjid. Kumbang Tanduk ini sering jadi objek perhatian anak-anak kami yang masih kecil kala itu karena bentuknya yang aneh tapi lucu. Itulah kali pertama anak-anak saya berkenalan dengan serangga penghuni hutan. Dari sana pulalah keingintahuan anak saya tentang pengetahuan alam barangkali bermula.
Kawasan Hutan Lindung yang bebas sampah (Dokpri)
Dikawasan hutan lindung ini juga mengalir sungai yang airnya sejernih kristal. Dari situlah kekaguman saya muncul. Dalam hati saya selalu berpikir jika hutan papua dimana saja tidak hanya di kawasan PT. Freeport Indonesia jika dikelola dengan baik, kebersihan terjaga, tidak ada sampah berserakan tentu bisa menjadi tujuan wisata hijau / ekowisata yang menarik bagi siapa saja yang berkunjung.
Anak-anak saya antusias bermain disungai yang airnya sejernih kristal (Dokumen Pribadi)
Definisi Ekowisata dan apa bedanya dengan Pariwisata Konvensional
Ekowisata / ekoturisme secara sederhana diartikan sebagai wisata ekologi atau wisata Lingkungan. Meskipun begitu, tidak jarang, banyak dari kita yang kurang paham atau mengerti tentang Ekowisata.
Ekowisata atau ekoturisme adalah suatu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif yang dirasakan pada kegiatan konvensional. Dampak negatif ini dikemukaan dan dibuktikan oleh pakar lingkungan, tetapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu. Dampak terdiri dari kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal yang tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat lokal dan persaingan bisnis yang mulai menentang lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat lokal.
Pada mulanya ekowisata dilakukan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan mulai dikurangi (sumber: Wikipedia)
Untuk menjadi tujuan wisata hijau (Ekowisata) ada berbagai sumber yang perlu perhatian besar yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia di Papua.
Potensi Hutan Papua
Sumber daya alam dalam hal ini Hutan Papua memiliki potensi yang luar biasa besar. Hutan Papua menyediakan pasokan oksigen untuk paru-paru dunia. Hutan Papua berada diperingkat tiga didunia dilihat dari luas kawasannya. Hutan juga merupakan rumah bagi 20.000 spesies tanaman, 125 spesies mamalia, 223 reptil, dan 602 spesies burung yang hidup di provinsi Papua Barat dan Papua.
Orang Papua asli juga sangat bergantung pada hutan sebagai sumber makanan dan mata pencaharian. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk melindungi kelestarian Hutan demi kesejahteraan masyarakat Papua juga sebagai wilayah konservasi dunia (sumber Artikel Econusa tanggal 14 Februari 2020 yang berjudul "Benteng Terakhir yang tidak bebas dari ancaman").
Uniknya Pasar Tradisional di Mimika, Papua
Jika ingin melihat kekayaan alam papua pergilah ke pasar tradisional, disanalah komoditas hutan dan laut sering diperdagangkan. Sebagai seorang Ibu Rumah Tangga, pasar merupakan tempat yang cukup sering saya kunjungi. Pasar Gorong-gorong, Pasar Lama, Pasar Sentral Timika adalah nama-nama pasar yang terkenal di Mimika Papua. Ketiga pasar ini menjadi langganan saya karena lokasinya berdekatan dengan rumah saya di Sempan, Mimika. Salah satu umbi-umbian yang banyak dijual dipasar adalah petatas atau ubi jalar. Dijajakan dengan cara ditumpuk, satu tumpuk biasanya dijual dengan harga Rp. 10.000,00. Selain petatas, ada juga daun pakis. Daun pakis ini juga umum di sayur menjadi pendamping lauk.
Aneka Jenis Hasil Laut diijual dengan cara sederhana yaitu dengan menggelar alas plastik dipinggir jalan. Foto diambil di Pasar Gorong-gorong, Mimika, Papua (Dokpri)
Mama Papua berjualan petatas di Pasar Gorong-gorong, Timika, Papua (Dokpri)
Lalu ada lagi buah Matoa yang baunya mirip durian namun teksturnya mirip dengan kelengkeng. Buah Matoa merupakan buah yang berasal dari tumbuhan berakar tunggang yang berbentuk pohon. Tinggi pohonnya sekitar 20-40 meter dan diameter maksimum mencapai 100 centimeter. Pohon ini berbunga sekali dalam setahun yaitu Juli hingga oktober. Pohon ini bisa tumbuh baik di daerah yang kondisi tanahnya kering (tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Cuaca yang tepat untuk pohon Matoa adalah cuaca dengan curah hujan tinggi dan Papua mempunyai curah hujan yang tinggi. Pohon Matoa memiliki banyak manfaat sebagai antioksidan, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga kesehatan kulit, meningkatkan regenerasi sel-sel mati (sumber: www.hutanpapua.id)
Buah Matoa (sumber gambar: IG hutanpapua.id)
Karaka, Hasil Hutan Mangrove yang Kaya Gizi
Dipasar banyak dijual karaka atau disebut juga kepiting bakau. Karaka ini hidup di kawasan hutan bakau / mangrove dekat pelabuhan Pomako. Hutan Bakau merupakan hutan yang tumbuh di air payau (campuran air laut dan air tawar), dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Luas hutan Mangrove di Papua mencakup hampir 1/3 luas hutan Mangrove Indonesia. Mangrove atau Mangi-Mangi menyediakan ekosistem bagi ikan, udang, kepiting, kerang, jika pohon bakau atau manggi-manggi banyak ditebang, maka kepiting dan kawan-kawannya juga tidak bisa hidup.
Pelabuhan Pomako dengan pemandangan Hutan Mangrove Pulau Karaka dari kejauhan, Mimika, Papua (Dokpri)
Saat ini Kabupaten Mimika dan Asmat mempunyai wilayah Mangrove paling luas se Papua yaitu hampir 1/3 dari luas total Hutan Mangrove.
Selain untuk konsumsi sendiri, Karaka ini sebagian juga dikirim ke luar Papua dengan menggunakan pesawat. Sehingga bisa dikatakan karaka adalah salah satu komoditas yang turut menggerakkan ekonomi di Mimika, Papua. Karaka sangat enak, dagingnya tebal sehingga menjadi incaran restoran-restoran untuk diolah menjadi makanan yang menggoyang lidah. Daging karaka mengandung lemak dalam jumlah yang rendah (1 gram / 100 gram), asam lemak jenuh rendah sekitar (0.1 gram / 100 gram) serta kaya akan Omega 3.
Karaka atau kepiting bakau dibungkus menggunakan daun bakau (Sumber gambar: www.backupbensehat.blogspot.com)
Karaka dijual per tumpuk bukan ditimbang (sumber Gambar: www.backupbensehat.blogspot.com)
Noken, Tas Anyaman Kulit Kayu Unik yang Hanya Ada di Papua
Kekhasan pasar-pasar di Papua yang dijamin tidak ditemui di daerah lain adalah pemandangan mama-mama Papua membuat noken dan menjualnya di Pasar! Noken adalah produk kerajinan asli papua berupa tas anyaman yang bahan dasarnya dari serat kulit kayu dan pewarna alami. Pewarna alami ini dibuat dari akar-akar tanaman dan buah-buahan hutan.
Noken sangat erat kaitannya dengan hutan karena bahan-bahan dasar pembuat Noken diambil dari sana. Papua memiliki lebih dari 250 suku dan setiap suku mempunyai versi noken masing-masing. Noken tidak saja dibuat oleh mama Papua , namun juga para lelakinya. Bahan pembuatan noken pun tidak hanya kulit kayu namun juga rotan, rumput rawa dsb. Karena keunggulan dan keunikan Noken tersebut Noken masuk dalam daftar United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu "Warisan Budaya Tak Benda" atau intangible heritage dan setiap tanggal 4 Desember diperingati sebagai "Hari Noken Sedunia".
Noken yang dibuat dari serat kulit kayu ( Dokpri)
Penjual Noken di Pasar Lama Mimika, Papua (Dokpri)
Noken juga terbuat dari benang sintetis karena keterbatasan bahan dan kreatifitas Mama Papua ( Dokpri)
Sembari berjualan Mama Mama Papua ini memanfaatkan waktu luang dengan merajut Noken (Dokpri)
Noken merupakan simbol kedewasaan perempuan Papua. Seseorang dikatakan siap menikah jika sudah bisa membuat Noken (Dokpri)
Berburu Noken di pasar Sentral Mimika (Dokpri)
Noken juga dibuat dari tanaman Anggrek hutan. Difoto ini terjadi transaksi antara Pace dan Mama Papua. Pace membawa tanaman Anggrek Hutan untuk di jual ke Mama Papua sebagai bahan pembuat Noken (dokpri)
Sagu Papua, Enak dan Bergizi
Potensi hutan lain yang juga banyak dijual dipasar adalah sagu papua (Metroxylon Sp). Dipasar, sagu ini dijual dalam kondisi basah untuk diolah menjadi makanan tradisional khas papua seperti Papeda atau sagu lempeng. Sagu adalah tanaman multi-fungsi karena dari daun hingga akarnya bisa dimanfaatkan. Sagu juga sangat penting peranannya dalam mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim karena sifat pohon ini yang menyerap banyak air (hidrologis) dan mencegah banjir. Pohon Sagu ini menyukai daerah rawa-rawa , aliran sungai dan tanah subur lainnya, dilingkungan dataran rendah sampai pada ketinggian 700 m dpl.
Sagu dijual dalam kondisi masih basah dipasar Sentral, Mimika, Papua (Sumber gambar: www.timikaexpress.com)
Olahan sagu tradisional yaitu Sagu Lempeng, dimakan dengan cara dicelup ke dalam teh / kopi hangat lebih nikmat (sumber gambar: https://merahputih.com/post/read/sagu-lempeng-rotinya-masyarakat-papua-yang-tak-tergantikan)
Sagu kering produksi PT. ANJAP (Sorong , Papua Barat) sudah di export ke luar Papua. Sagu kering ini bisa diolah menjadi makanan modern seperti Bakso, Brownies, Kue Kering Sagu dsb (Sumber gambar: Instagram Bueno Nasio)
Pada wilayah yang sesuai pohon sagu dapat membentuk kebun / hutan sagu yang luas. Hingga saat ini Papua merupakan kawasan yang menyimpan cadangan hutan alam terbesar yang masih tersisa di Indonesia. Total luas hutan nya yang mencapai 40.803.132 hektar berkontribusi terhadap 32 persen total luas hutan di Indonesia. Papua mempunyai luas lahan sagu 771.716 hektar atau sekitar 85 persen dari luas sagu nasional. Dilihat dari kandungan gizinya, sagu mengandung karbohidrat lebih tinggi dari beras juga bebas gluten. Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang paling produktif diantara tanaman-tanaman lain seperti beras, ubi, singkong dsb. Pohon sagu rata-rata menghasilkan 250 kilogram pati (tepung kering) per batang per tahun. Jika dalam satu hektar dapat ditanam 100 batang sagu, maka akan menghasilkan 250 ton / hektar / tahun. Bandingkan dengan singkong dan kentang misalnya yang menghasilkan 15 ton pati kering / hektar / tahun.
Kandungan Gizi Sagu kaya akan Karbohidrat dan Bebas Gluten (Sumber Gambar: Econusa)
Mengenal Rok Tauri / Rok Rumbai khas Papua, Baju Adat Khas Papua yang Terbuat dari Daun Sagu
Pohon Sagu mempunyai arti penting bagi masyarakat papua asli karena selain untuk mencukupi kebutuhan pangan, papan juga memenuhi kebutuhan sandang. Suku Asmat menjuluki Pohon Sagu sebagai pohon nasi akar. Untuk melindungi tubuh, orang Asmat membuat rok dan cawat dari pucuk sagu. Namanya Rok Tauri / Awer. Pucuk sagu itu daun muda yang masih kuncup. Pucuk ini bisa dijadikan Tauri karena tipis dan mudah diolah. Beda dengan daun sagu tua yang keras. Sulitnya, pucuk daun sagu selalu berada di puncak pohon daun sagu yang sangat tinggi. Orang Asmat harus memanjat pohon sagu sampai puncak. Padahal pohon sagu itu berduri. Jika tidak hati-hati, duri sagu bisa melukai kulit mereka.
Rok Rumbai Papua buatan Suku Asmat (Dokpri)
Selain suku Asmat, suku Kamoro yang tinggal di pesisir pantai dekat pelabuhan Pomako juga membuat Rok Tauri / Awer. Jika beruntung, rok Rumbai Papua ini juga dijual di pasar Gorong-gorong Mimika dengan harga yang cukup terjangkau.
Rok Rumbai mempunyai potensi Ekonomi yang besar karena unik dan tidak ditemui di daerah lain. Saat ini hanya kabupaten Mimika-Papua saja yang membuat Rok Rumbai Cokelat seperti pada gambar (Dokpri)
Banyak sekali potensi Alam Papua yang bisa kita gali dan kembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Papua. Apa yang saya ceritakan masih terbatas pada hutan Papua, belum lagi cakupan potensi kelautan. Mungkin tulisan ini tidak akan cukup untuk membahasnya satu persatu.
Pasar Tradisional Sebagai Tujuan Ekowisata, kenapa tidak?
Dari kisah perjalanan saya, saya berpendapat pasar tradisional bisa jadi tujuan Ekowisata Papua. Ketika kita berkunjung ke suatu obyek wisata bisanya orang mencari buah tangan dan pasar bisa jadi alternatif karena disana kita bisa bertemu dengan pengrajin langsung, melihat proses pembuatannya secara langsung sehingga ada unsur pendidikan juga. Berbeda dengan ketika kita membeli souvenir melalui toko souvenir / oleh-oleh.
Saya terinspirasi dengan tulisan Econusa di Media Online Kumparan berjudul "Pasar Mama-Mama Papua, Terobosan Ekonomi Kerakyatan" terbit pada tanggal 22 Desember 2019. Dalam artikel tersebut pasar Mama-Mama Papua menjadi satu-satunya pasar tradisional yang dikhususkan bagi perempuan asli Papua.
Pasar yang dibangun dengan konsep modern, 4 lantai ini terletak di Jalan Percetakan, Jayapura. Pasar Mama Papua dibangun sebagai dukungan pemerintah untuk pemberdayaan perempuan Papua, khususnya bidang ekonomi kerakyatan. Lantai 1 ditempati oleh pedagang buah, sayur hingga ikan dan daging. Lantai 2 ditempati oleh pedagang yang menjual kerajinan tangan Papua seperti Noken atau cindermata lainnya.
Sedangkan lantai 3, dikhususkan untuk penjualan makanan khas Papua, termasuk Rumah Anak Harapan yang diperuntukkan untuk anak-anak pedagang. Dengan adanya ruangan yang diperuntukkan untuk bagi anak-anak para pedagang inilah yang membedakan Pasar Mama-Mama Papua dengan pasar lainnya yang ada selama ini.
Menurut saya ini terobosan yang perlu di tiru ditempat lain terutama di Kabupaten Mimika dimana menurut saya kondisi pasar tradisonal disini sebetulnya menyimpan potensi yang luar biasa namun tidak ada tempat khusus untuk memamerkan potensi alam dan budaya Papua dalam satu tempat yang layak. Saya sering menemukan pedagang dipasar menjual dagangan di lantai, kadang hanya dipinggir jalan, terkena hujan , panas ataupun debu. Belum lagi bau sampah karena kurang tepatnya pengelolaan limbah pasar.
Tempat Mama-Mama Papua berjualan Noken masih ala kadarnya dan kurang terkonsep dengan baik. Semoga tulisan saya ini bisa menjadi masukan untuk Pemda Mimika kedepannya.untuk membangun Pasar Mama Papua seperti di Jayapura.
Ancaman terhadap Hutan Papua
Hasil penelitian Yayasan Econusia melalui studi pustaka (desktop study) bahwa hutan di Tanah Papua tak bebas dari ancaman deforestasi pada 2001 hingga 2018. Luas tutupan hutan di diPapua mencapai 41,3 juta hektar hingga 2018. Dari luasan tersebut , hutan lahan kering primer mendominasi dengan luasan 18,7 juta hektar (45,26%) disusul hutan rawa primer seluas 6,07 juta hektar (14,68%) dan hutan kering sekunder seluas 5,8 juta hektar (14,18%).
Luasan Hutan Primer di Provinsi Papua Barat 2012 - 2017. Pada grafik batang menunjukkan angka yang terus menurun. (sumber: Instagram Econusa_id)
Luasan Hutan Primer di Provinsi Papua 2012 - 2017 (Sumber: Instagram Econusa_id)
Dalam rentang kurang dari 20 tahun, laju deforestasi (penggundulan hutan) rata-rata sebesar 51.527,71 hektar per tahun. Deforestasi tahunan menanjak naik sejak 2001 dari 2,4 persen menjadi 6,5 persen pada tahun 2015, kemudian menurun sampai 2018. Berdasarkan penelitian Yayasan Econusa penyebab deforestasi hutan antara lain:
Ancaman Wilayah dataran rencah dimanfaatkan industri berbasis lahan yang luas. Wilayah dataran rendah diselatan tanah papua menjadi target pengembangan perkebunan sawit. Di selatan adalah wilayah lempung jika ditanam sawit tidak bisa kembali menjadi hutan.
Penyalahgunaan perizinan aktivitas illegal seperti pembalakan liar serta penambangan tanpa izin
Selain kerusakan hutan, laut Papua juga menghadapati tantangan antara lain banyaknya sampah dilautan atau Marine Debris. Marine Debris dikenal sebagai sampah laut atau limbah buatan manusia yang disengaja atau tidak sengaja dilepaskan di danau, laut, taupun perairan lainnya. Bahkan sampah plastik ini bisa menjangkau hingga ke dasar samudra.
Jika dibiarkan terus tentu ini akan berpengaruh pada ekowisata ke depannya. Melihat fakta-fakta menyedihkan dilapangan ini mendorong lahirnya Yayasan Econusa.
Yuk mengenal Econusa Foundation (Yayasan Ekosistem Nusantara Berkelanjutan).
Perkenalan saya dengan Yayasan Econusa dimulai di Instagram ketika saya sedang mencari informasi lebih lanjut tentang suatu topik. Banyak sekali pengetahuan baru yang saya dapat setelah membaca postingan di Instagram Econusa_id dan di situsnya www.econusa.id. Yayasan Econusa yang berdiri tahun 21 Juli 2017 telah melaksanakan berbagai macam kegiatan antara lain aksi bersih laut dan membuat acara yang bernama Mace Papua yang merupakan singkatan dari Mari Cerita Papua. Di acara ini Yayasan Econusa ingin mengenalkan kepada masyarakat umum budaya Papua yang unik seperti Noken khas Papua.
Melalui sosial media secara aktif Yayasan Econusa melakukan kampanye pentingnya menjaga kelestarian hutan serta laut. Di tingkat pemerintah, Yayasan ini terus menggandeng pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang memihak pada pelestarian hutan, laut, masyarakat adat Papua.
Semangat Econusa menginspirasi banyak orang termasuk saya. Sebagai pebisnis online, saya juga terus mengedukasi konsumen saya untuk lebih mengenal budaya Papua dan pentingnya menjaga hutan, laut demi masa depan masyarakat Papua.
Silahkan tonton vidio dibawah ini untuk mengenal Visi dan Misi Econusa!
Kerinduan Saya Untuk Kembali ke Papua
Sejak meninggalkan Papua dua tahun lalu, saya sering rindu akan suasana kampung Timika, Papua. Jika ditanya kembali tempat mana yang ingin saya kunjungi saya ingin kembali ke kota Mimika lagi. Dua hal yang ingin saya lakukan adalah melihat proses pembuatan rok rumbai dan Noken karena kesibukan saya sebagai Ibu Rumah Tangga dan mempunyai bisnis Online kecil-kecilan tidak memberi saya kesempatan untuk melakukan dua hal tersebut. Mungkin lagu yang berjudul "Tatinggal di Papua" ini bisa mewakili kerinduan saya pada Papua, yang sudah saya anggap seperti tanah kelahiran saya.
Tulisan ini merupakan bentuk partisipasi saya dalam Lomba Wonderful Papua Competition yang diselenggarakan atas kerjasama oleh Blogger Perempuan dan Yayasan Econusa. Semoga menginspirasi.
1. Vidio Lagu " Tatinggal di Papua" Pacenogei, Produksi Alenia Production House https://www.youtube.com/watch?v=WDXLTSb7AoE
2. About Econusa https://youtu.be/8G9B5hJIAqA
Postingan kali ini ingin mengajak pembaca mengenal Burung Kasuari asli Papua. Sebetulnya ada misi dibalik tulisan ini sih..sebetulnya saya ingin pembeli tahu kalau Topi Adat Papua yang saya jual dibuat dari bulu Burung Kasuari asli. Awal berjualan dulu saya belum sadar akan tindakan saya ini, saya pikir kalau dijual bebas berarti legal / diperbolehkan. Selama berjualan topi adat Papua juga lancar-lancar saja, tidak ada pelarangan ketika kita mengirim melalui kurir. Jadi menurut saya ini ada yang janggal. Tentu saja perubahan tidak terjadi dalam satu malam, kerumitan terjadi manakala saya sudah terlanjur menjualnya dalam satu paket dan termasuk barang yang best seller di toko online saya :(.
Kesadaran Untuk Peduli Terhadap Burung Kasuari dan kaitannya dengan pelestarian Hutan
Burung Kasuari sendiri jumlahnya smakin menurun di Alam karena penangkapan. Oleh karena itu saya sedang membuat Alternatif Paket Baju Adat Papua yang tidak menggunakan bahan-bahan dari bulu kasuari.
Selain Ramah hewan (animal friendly), Paket Baju Adat ini juga lebih murah dibandingkan Paket Baju Adat dengan Rumbai Asli Papua. Rumbai Papua Asli sendiri juga dibuat dari bahan Alami yaitu daun sagu yang diambil dari hutan.
Baju Adat Yospan Papua yang lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan bulu kasuari
Jika teman teman ingin membeli paket baju adat Papua yang lebih ramah lingkungan bisa membeli paket baju adat Yospan yang saya jual Klik disini. Paket baju adat ini dibuat dari bahan kain, topi adat dari bulu ayam dan kelinci.
Mengenal Burung Kasuari
Sumber foto: Anja Schroder dari Pixabay
Ada tulisan menarik tentang Kasuari yang bertebaran di internet dan salah satunya adalah tulisan yang berjudul " Kasuari, Burung Bongsor dari Papua" yang ditulis oleh Sarah Megumi dari Greener.com.
Ditulisannya diceritakan burung kasuari tidak bisa terbang karena sayapnya kecil dan tidak sempurna. Karena tidak bisa terbang ini pulalah burung kasuari diburu oleh manusia untuk diambil dagingnya, bulunya, kukunya, bahkan telurnya..duh kasihan ya pembaca.
Sumber Gambar: Pixabay
Burung kasuari juga merupakan pemakan biji-bijian, mulai dari matoa, kenari, pala, biji rotan dan banyak jenis biji bijian lainnya. Burung Kasuari juga membantu pertumbuhan tanaman dengan cara menyebarkan biji biji tanaman melalui feses / kotorannya.
Tulisan menarik lainnya saya temukan adalah tulisan yang berjudul 10 Fakta Menakjubkan dari Keindahan Burung Kasuari, Mirip Dinosaurus oleh Ina Sinaga yang diterbitkan di situs IDN . Si penulis menceritakan kaki burung kasuari besar mirip kaki dinosaurus. Kaki yang besar ini merupakan senjata burung Kasuari jika tidak suka terhadap sesuatu.
Burung Kasuari dikenal sebagai burung terbesar di dunia dan kukunya yang tajam bahkan bisa membunuh manusia dan itu nyata terjadi. Ketika kita memegang topi adat Papua kita sesungguhnya tidak benar benar tahu bagaimana resiko yang dihadapi oleh para pengumpul bulu burung kasuari.
Untuk membaca artikel lengkap bisa baca disini https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/science/discovery/amp/ina-suraga/fakta-menakjubkan-burung-kasuari-c1c2
Status Perlindungan
Semua jenis kasuari telah masuk dalam daftar jenis yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Dengan status tersebut maka setiap orang yang tidak boleh berburu, menyimpan, memiliki, mengangkut burung kasuari dan atau bagian-bagiannya (sumber: http://dhony-syach.blogspot.com/2010/12/burung-kasuari-maskot-papua-barat.html?m=1).
Burung kasuari bisa hidup hingga 50 tahun. Meskipun dapat bertahan hidup lama, burung ini mengalami penurunan populasi. Selain faktor perburuan secara masif, adapun adanya konversi lahan dapat merusak habitat alami burung besar ini.
Hutan yang merupakan habitat kasuari berubah menjadi permukiman maupun perkebunan kelapa sawit. Konversi lahan dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tentunya tidak hanya merugikan burung endemik ini saja, melainkan satwa-satwa lain yang dominan hidupnya di hutan Papua juga dapat terkena imbasnya (sumber: Instagran Hutan Papua).
Kesimpulan
Penggunaan aksesoris baju adat Papua dari bulu Kasuari sebaiknya dihindari karena melanggar Undang Undang di Indonesia, selain itu juga mengakibatkan jumlah burung kasuari semakin menurun.
Untuk itu saya berkomitmen untuk TIDAK LAGI menjual topi adat Papua dari bulu Kasuari. Untuk itu saya minta maaf kepada customer saya, ini memang keputusan yang tidak mudah, saya sendiri masih perlu meyakinkan pada diri sendiri berkali-kali.
Jika ada pembaca ada yang memberi ide alternatif topi adat Papua yang lebih ramah lingkungan, silahkan hubungi saya. Lalu jangan lupa share tulisan saya supaya semakin banyak orang tahu. Selain burung kasuari, burung Cenderawasih juga merupakan satwa yang sering digunakan sebagai topi adat Papua. Banyak pejabat yang datang kePapua dengan bangganya memakainya tanpa mengetahui sedikitpun apa dampaknya.